Kemajemukan suku
yang ada dalam Indonesia –dahulu dikenal
sebagai Nusantara- memang tidak dapat dipungkiri lagi. Ada kurang lebih 300
suku yang masing-masing memiliki bahasa dan budaya yang tentu tidak sama.
Banyaknya suku yang saat itu masih saling terpisah dan bahkan cenderung saling
bertikai antarsuku membuat kolonialisme mudah berkuasa. Satu per satu kerajaan
yang berkuasa jatuh ke tangan Belanda yang akhirnya seluruh wilayah Nusantara
berhasil dikuasai. Mulailah penderitaan rakyat pribumi ata berkuasanya
kolonialisme di Nusantara.
Belanda sadar
betul akan kekayaan yang dimiliki tanah Nusantara. Lebih dari tiga abad lamanya
Belanda mengeksploitasi sumber daya alam Nusantara. Hal ini menyebabkan rakyak pribumi menderita secara
fisik maupun mental. Hingga pada awal aba ke-20 Dr. Wahidin Sudirohusodo
melembagakan Budi Utomo sebagai organisasi yang menggalang dana untuk
pendidikan rakyat pribumi. Organisasi ini tidak hanya penting dari sisi
pendidikan saja, tetapi mengawali kesadaran akan rasa kebangsaan. Hal ini
menjadi langkah strategis gerakan nasionalis Indonesia. Tidak hanya Budi Utomo,
pun juga mengispirasi lahirnya berbagai organisasi serupa seperti Taman Siswa
di Jawa Tengan, Pasundan di Jawa Barat, dll. Sarekat Dagan Islam yang bermula
pada tahun 1911 yang merupakan asosiasi dagang juga ikut dalam arus kesadaran
nasionalis ini yang kemudian merubah namanya menjadi Sarekat Islam.
Tahun 1926
adalah titik prnting yang mengawali lahir dan berkembangnya teater Indonesia.
Rustam Effendi, intelektual Indonesia yang bekerja sebagai guru di Padang
dikenal juga sebagai seorang penyair. Ia menulis sebuah drama berjudul Bebasari
(bebas artinya benar-benar bebas atau independen). Pada tahun ini kesadaran
nasionalis sudah disadari oleh Rustam Effendi dan penyair lainnya. Meskipun
begitu, lompatan yang menjadi penting dalam pengembangan nasionalisme Indonesia
terjadi pada tahun 1928, yaitu dengan adanya Sumpah Pemuda yang merupakan hasil
dari Kongres Pemuda Nasional.
Hingga
kemerdekaan Indonesia diraih pada tahun 1945 yang juga sekaligus mengukuhkan
berdirinya negara Indonesia. Bahasa Indonesia yang telah dicetuskan melalui
Sumpah Pemuda inilah yang menjadi media pemersatu berbagai suku yang ada di
Indonesia. Melalui teater yang dianggap merupakan media yang baik dalam
penyampaian pesan ke masyrakat mulai berkembang dengan pesat. Selain Rustam
Effendi, selang beberapa tahun kemudian setelah tercetusnya Sumpah Pemuda
(1928), dramawan lain turut melahirkan karya dalam semangat yang sama. Sanusi
Pane menulis Kerta Jaya (1932) dan Sandhayakalaning Majapahit (1933); Muhammad
Yamis menulis Ken Arok dan Ken Dedes (1934). Drama yang dimainkan berisi akan
semangat kebangsaan dan nasionalis sebagai bentuk perjuangan kemerdekaan
Indonesia.
Kelahiran Teater
Nasional bukanlah suatu hal yang sederhana. Wilayah Indonesia yang begitu luas
dan memiliki banyak suku yang akhirnya melahirkan etis teater masing-masing.
Kesulitas dalam hal akses menjadikkan terhambatnya perkemabangan Teater
Nasional. Makyong dari Sumatera, Lenong, Topeng Banjet, Longser, Ketoprak,
Ludruk, Wayang Wong dari Jawa, Aria dan Kecak dari Bali, Mamanda dari Sulawesi
merupakan sebagian kecil dari kayanya etnis teater Indonesia. Hal ini merupakan
persoalan Teater Nasional yang walaupun demikian tetap terus lahir dan tumbuh.
Ketika sejumlah anggota kelompok dari etnis teater yang berbeda mulai menyadari
rasa nasionalisme, mereka merasa perlu untuk berkomunikasi dengan visi yang
sama. Sarana yang dianggap paling efektif adalah melalui surat kabar dan
majalah serta menggunakan bahasa Melayu yang pada saat itu merupakan lingua
franca. Berita dan esai ditulis untuk menyebarluaskan nasionalisme sebagai
produk pertama dalam upaya komunikasi nasional. Pada titik ini, sastra menjadi
langkah berikutnya. Puisi dan cerita memainkan peranan penting mengungkaplan
kesadaran kebangsaan. Melimpahnya energi kreatif atas kebutuhan yang dihasilkan
dalam sastra kemudian terus melahirkan sebuah teater baru dengan penonton yang
baru, meski hanya sedikit jumlahnya.[]
Sumber: Esai Saini K.M. dengan judul "INDONESIAN THEATRE - Historical Background and Current Trends" http://www.mindspring.com/~accra/indoXchange/rendraRef.html